Sisi lain remaja dengan kekiniannya

Semalam sekitar pukul 2 pagi, jalanan sepanjang Tampaksiring menuju Denpasar nampak lengang. Kami, saya dan Eka teman saya, masih bergumam dan hampir tak percaya tentang apa yang kami saksikan beberapa menit yang lalu ketika ‘melukat’ atau ‘meruwat’ di Pura Tirta Empul.

Sugra, seekor belut berukuran sangat besar menampakkan dirinya ketika kami hendak dan sedang melakukan prosesi tersebut.
Masih saja terbayang-bayang dan cukup membuat rasa yang berbeda malam itu.

Okay, tapi bukan perjalanan spirit yang akan saya bagikan dalam cerita singkat kali ini. Namun sebuah fenomena remaja dimasa kekinian.

Nah ketika meningkalkan wilayah Gianyar dan memasuki Jln. Bypass Gatot Subroto, nampak perubahan yang cukup mencolok. Sepanjang jalan yang saya lalui tadinya lengang dan sepi, menjadi ramai dan hingar, padahal jam sudah mendekati pukul 2 dini hari.

Ketika memasuki daerah seputaran Jln. Nangka, nampak banyak remaja yang berkumpul di sepanjang jalan. Beramai-ramai mereka, seakan hendak menantikan pertujukan wayang saja.

Saya sih memaklumi karena semalam adalah malam minggu, mungkin saja mereka bermalam mingguan dengan teman-temannya. Namun yang tak lazim bagi saya, ketika beberapa diantara mereka sudah mulai ugal-ugalan di jalan. Melaju motornya berkelak kelok entah kemana, seakan jalanan milik nenek moyangnya.

Mengesalkan juga, eh ternya diantara mereka tidak sedikit cewe-cewek yang menemani pasangannya. Alamak, jam 2 dini hari masih keliaran?? Coba tebak pakaian yang dikenakan. Yup, itu dia. Serba minim, membuat saya mengelus dada.

“Memih Dewa Ratu, apa yang sedang terjadi?”

Semakin ke barat menuju Kerobokan, sepanjang jalan Gatsu Barat semakin ramai saja.

“Breng..breng..breng”, tiba-tiba saja sepasang remaja menyalip saya, bih kaget saja.

Sial sial sial, membuat saya makin memberikan stigma negatif pada remaja-remaja yang masih berkeliaran malam itu.

Akhirnya di penghujung jalan Gatsu Barat saya berbelok memasuki seputaran Banjar Batu Culung.

Busedd dah, tak lebih dari 30 remaja memenuhi jalanan sempit,.

Mereka saya amati sepertinya hendak berbalapan.

Dari posisi beberapa di antara mereka, berjajar layaknya pembalap Moto GP di belakang garis start.

“Hmmm, ini apa lagi ngumpul-ngumpul…” guman saya, sambil menungu mereka membubarkan diri.

Yah mereka sejenak membubarkan diri, bagaimana tidak,  mobil saya tidak bisa lewat dibuatnya.

Tapi mungkin mereka malu dan enggan mencari masalah, akhirnya perlahan membubarkan diri.

Sambil jalan saya amati tingkah mereka. Saya perkirakan umur mereka masih kisaran belasan tahun. Inilah fenomena remaja-remaja yang tanpa sengaja terekam oleh saya.

Ternyata pergaulan remaja-remaja saat ini, sungguh memprihatinkan. Dengan tanpa bermaksud untuk menggeneralisasi ke semua remaja saat ini.

Tapi inilah faktanya, nampaknya kita sebagai orang tua atau calon orang tua dituntut lebih mampu untuk menjadi bagian dari remaja-remaja yang kita miliki. Dengan bisa menjadi bagian dari mereka para remaja, akan lebih mudah untuk kita bisa memberikan penjelasan ataupun nasehat bagaimana bertindak yang baik untuk mengisi masa remajanya. Sehingga bisa mengurangi aktivitas-aktivitas yang tidak baik seperti yang saya amati semalam.

Nah, closing cerita saya. Mari mari mari kita lebih awas dengan aktivitas keluarga khususnya remaja, agar tidak terjerumus dengan hal-hal yang saya ceritakan tersebut diatas.

Salam berbahagia,

Posted on 20 May 2012, in Sosial, Umum. Bookmark the permalink. 6 Comments.

  1. Dian Sidauruk

    Tak terhingga deretan kekinian berada pada daftar tunggu, ingin segera dikinikan. Di antara kekinian-kekinina tersebut banyak kekinian-kenian negatip. Orang tua, tetua adat, tokoh masyarakt, kaum cerdik cendikia dan kaum religius/tokoh agama seakan tak ‘mampu’; ‘keluar dari kandangnya’ untuk sekedar menyenter keadaan di luar ‘kandang’ mereka. Tak hanya tak mampu tetapi juga tak mau, tak peduli dan masa bodoh. Di atas segala kalimat kedua itu, orang tua dan atau orangtua yang menggunakan atribut adat membiarkan, senang dan sangat menikmati salah satu kekinian negatip itu, misalnya: lihat crazy bali di http://www.youtube.com

  2. Terima kasih telah berkunjung di ‘Rumah kedua’, Sangat disayangkan bila kepedulian orangtua sudah memudar kepada anak atapun sanak keluarganya yang masih remaja, Apakah karena mereka[ orangtua ] tersebut tidak merasa hidup ‘dikekinian’ ini? ataukah merasa ‘kekininian’ ini bukan jamannya mereka?

  3. Waduh para dedengkot pada ngumpul disini euy….aku termasuk remaja kekinian ga yah? hmmm (mikir)

  4. Saya rasa yang beginian sudah ada sejak lama, jaman saya masih abg (ciyee..) sepertinya juga sudah ada perilaku remaja yang begini, tentu saja saya bukan salah satunya. Walaupun dulu sering begadang malam mingguan, tp saya dan teman2 biasanya ngumpul di salah satu rumah teman, bukan di jalanan apalagi kebut2an.

    • Hi Bli, nampaknya iya sudah dari dulu yang beginiian ada, hanya saja saya heran dan ga habis pikir, dengan kekinian yang ada, baik cara pola dan bagaimana anak muda melakomi masa mudanya, mustinya udah ga ada yang begini-begini lagi. hmmm

  5. sepertinya “kebebasan” yang diberikan pada remaja tidak diiringi bimbingan untuk bertanggung jawab, jadi begitulah akibatnya. jadi mikir, nanti kalo saya punya anak, gimana caranya biar anak saya tidak ikut2an teman2nya yang seperti itu. *mikirnya kejauhan*

Leave a reply to milo Cancel reply